Rendang adalah masakan tradisional khas Minangkabau yang tidak hanya terkenal di pelosok nusantara, tapi juga ke mancanegara. Rendang atau Randang dalam bahasa setempat lebih dikenal orang sebagai makanan khas dari Padang sehingga seringkali penyebutan rendang adalah rendang padang, bukan rendang Minangkabau.
Kata randang berasal dari kata marandang yakni proses mengolah lauk berbahan dasar santan dengan memasak hingga kandungan airnya kering. Jadi, randang berarti olahan masakan yang kering tanpa mengandung air. Bisa dikatakan bahwa rendang yang sebenarnya adalah kering air. Makanan ini pada umumnya berwarna merah kecoklatan, coklat sampai coklat kehitaman.
Proses pembuatan rendang merupakan cara sederhana masyarakat Minangkabau pada masa lalu dalam mengawetkan makanan. Proses pengawetan ini dilakukan secara tradisional tanpa menggunakan bahan kimia tetapi melalui proses pemanasan berkali-kali. Semakin kering suatu randang menjadikannya tahan dan awet lebih lama.
Konon, ada kalanya suatu waktu masyarakat memasak daging menggunakan banyak santan dan bumbu tertentu yang tidak habis dalam sehari konsumsi. Untuk mencegah terbuangnya makanan yang bersisa, maka masyarakat mencoba cara bagaimana membuat makanan tersebut bisa bertahan lama dan tetap layak konsumsi.
Karena keterbatasan peralatan dan teknologi pada masa lalu, satu-satunya cara untuk membuat makanan tahan lama dan tidak basi adalah dengan menghangatkan. Masyarakat pada jaman dahulu memasak rendang di atas api sangai (api sangat kecil yang diatur agar jangan sampai menghanguskan) sampai kering. Proses ini dilakukan secara tradisional, yakni dimasak diatas tungku dengan menggunakan kayu bakar. Pada awalnya dimasak dengan api besar, lalu dilanjutkan dengan menggunakan api sangai yang berasal dari pembakaran sabuk kelapa. Proses ini bisa berulang sampai beberapa kali hingga makanan tersebut mengering dan menghasilkan rendang.
Secara umum, rendang terbagi dua yaitu randang kering dan randang basah. Randang kering, adalah randang yang sudah berwarna coklat kehitaman, sedangkan randang basah adalah randang yang masih berwarna merak kecoklatan sampai coklat.
Dalam proses memasak rendang ada tiga tahapan yang harus dilalui yakni: Gulai, olahan masakan berbahan santan bercampur bumbu yang masih banyak kandungan airnya. Kalio, olahan masakan berbahan santan bercampur bumbu yang kandungan airnya sudah sangat berkurang sehingga kuah yang dihasilkan lebih kental dari gulai dan sudah mengeluarkan minyak dari santan yang dimasak. Randang, merupakan kalio yang terus dimasak sampai kering.
Pada masa sekarang, memperoleh rendang dalam kehidupan sehari-hari tidaklah sesulit di masa lampau. Hal ini karena rendang bukan lagi makanan istimewa yang hanya dimiliki oleh golongan-golongan menengah ke atas seperti jaman dulu namun semua orang sudah bisa menikmatinya tanpa kecuali dan tanpa batasan waktu. Jenis rendang juga semakin beragam ada rendang telur, daging, ikan, daun dan sebagainya.
Penggunaannya juga tidak lagi hanya pada perayaan-perayaan tapi sudah menjadi konsumsi keseharian. Beberapa kegunaan rendang dalam masyarakat Minangkabau yakni: pertama, Rendang sebagai sajian dalam upacara adat dimana wajib ada dalam setiap pelaksanaan perhelatan atau perayaan seperti kelahiran sampai pada kematian. Kedua, Rendang sebagai panahan ulak yaitu bisa dimanfaatkan sebagai makanan cadangan untuk penutup malu terhadap orang yang datang sehingga tidak dianggap sebagai orang yang kekurangan. Ketiga, Rendang sebagai sajian sehari-hari dan keempat, Rendang sebagai oleh-oleh untuk tamu atau bekal di jalan untuk saudara, anak dan kaum kerabat lainnya yang sedang bepergian atau merantau.
Dahulu rendang tidak untuk dikomersilkan, tetapi khusus untuk sajian para ‘datuk’, penghulu, ‘ninik mamak’ dan anggota masyarakat lainnya. Akhir-akhir ini sudah menjadi barang dagangan yang menghasilkan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Dengan adanya industri rumah tangga rendang, masyarakat umum tidak lagi susah mencari oleh-oleh.
Sebagai salah satu karya budaya, rendang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda.
Sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id
0 Comments